UlasBuku#3: Na Willa

Wiwit Astari
3 min readApr 6, 2020

“Tidak boleh main, tapi boleh baca, Mak?”

Bertemu lagi dengan buku yang-katanya-buku-anak-anak tapi malah kasih banyak pelajaran buat saya yang umurnya hampir menginjak 23.

Sama seperti buku The Little Prince a.k.a Pangeran Cilik karya Antoine De Saint-Exupery, ternyata buku ini menggambarkan pemikiran-pemikiran anak kecil yang tidak semua orang dewasa mengalami atau pikirkan.

Buku Na Willa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Penulis : Reda Gaudiamo
Ilustrator : Cecillia Hidayat
Penerbit : POST Press, 2018
Jumlah Halaman : xvi + 115 hlm

Menurut saya, Na Willa menggambarkan pemikiran polos dan lugu Willa-tokoh utama- dalam menjalani sehari-hari layaknya anak kecil. Bertanya tentang ini dan itu, antusias terhadap ini-itu, mencoba hal ini-itu, menuruti hal ini-itu dan tentu saja melanggar hal ini dan itu.

Setiap bab dari buku ini bercerita mengenai perasaan Willa, peristiwa yang ia alami dengan teman-temannya Ida, Dul dan Bud yang merupakan tetangganya, peristiwa dengan Mak dan Pak (orang tua wila) dan tentang sekolahnya.

Na Willa tinggal di sebuah gang di Kota Surabaya, ia bertetangga dengan Ida, Dul dan bud yang merupakan teman sepermainannya, Na Willa sering bermain boneka dengan Ida, bermain layangan dan kelereng dengan Dul dan Bud juga mengejar kereta setiap sore dengan Dul.

Pemikiran-pemikiran Na Willa diceritakan murni layaknya pemikiran anak kecil yang ingin serba tahu. Sikap orang tua Willa terutama Mak menjadikan pelajaran penting ‘Bagaimana cara anak mengerti dan tidak merasa tertekan saat tidak boleh atau diberitahu untuk jangan melakukan sesuatu’. Mak juga tidak serta merta memarahi Na Willa ketika ia berbuat salah, Mak selalu mencari tahu alasan Na Willa berbuat sesuatu sebelum Mak memutuskan apakah Na Willa harus dihukum atau tidak, hukuman yang diberikan oleh mak juga merupakan hukuman yang dimana Na Willa bisa belajar, seperti tidak boleh main dulu api boleh membaca buku cerita baru atau hal-hal lain yang akan diceritakan detil di dalam buku.

Mak juga mengajarkan dan senang bercerita kepada Na Willa tentang banyak hal, seperti mengajak Na Willa ke pasar, memperbolehkan Na Willa mengikuti pengajian di rumah Ida dan membelikan Na Willa buku cerita. Begitu pula dengan Pak yang setiap pulang bekerja ( Pak Na Willa merupakan seorang pelaut) membawakan buku untuk Na Willa dengan berbagai macam bahasa, walau dalam hatinya justru Na Willa ingin mainan.

Selain itu, dalam buku ini diajarkan betapa toleransi sangat membahagiakan, kehidupan bertetangga yang rukun dan saling menghargai ditonjolkan dalam buku ini karena antar satu sama lain berbeda suku dan agama. Keluarga Na Willa yang merupakan keturunan Cina dan beragama Kristen bisa rukun dan saling membantu dengan tetangga yang mayoritas beragama Islam dan Suku Jawa.

Cerita yang paling saya suka saat pertama kali Na Willa masuk Taman Kanak-Kanak. Ia mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari guru dan teman-temannya, sehingga Na Willa melawan dan berakhir dengan pertengkaran, ia lari ke rumah dalam keadaan berantakan. Tapi mak tidak memarahi Na Willa, mak memastikan apa yang terjadi, setelah tahu mak memberi nasihat kepada Na Willa dan akhirnya Na Willa pindah ke Taman Kanak-Kanak Juwita dengan guru dan teman yang lebih baik juga cerita yang menyenangkan.

Secara umum, cerita Na Willa sangat menarik di setiap babnya. Saya rasa buku ini sangat rekomen untuk dibaca. Walau pun bahasa ringan, ceritanya ringan, namun pesannya sangat padat.

Melihat pemikiran-pemikiran Na Willa sungguh menyenangkan. Sambil bernostalgia, karena tak jarang saya menemukan peristiwa yang mengingatkan masa kecil saya. Semoga tertarik untuk membaca buku ini dan selamat membaca :).

Kadang anak kecil lebih bebas berekspresi dan percaya apa yang ia lakukan dibanding kita yang mungkin lebih suka mementingkan apa kata orang lain.

--

--