UlasBuku#2: Wiji Thukul, Teka-Teki Orang Hilang
Kalau kelak anak-anak bertanya mengapa dan aku jarang pulang
Katakan Ayahmu tak ingin jadi pahlawan tapi dipaksa menjadi penjahat
oleh penguasa yang sewenang-wenang… — Catatan, Wiji Thukul
Judul Buku : Wiji Thukul, Teka-Teki Orang Hilang
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Jumlah Halaman : xiv + 194 hlm
Memulai membaca mengenai Wiji Thukul berawal dari diexposenya aksi kamisan September 2019 di media sosial yang melibatkan beberapa musisi indie untuk terjun langsung memberikan suara mengenai masalah HAM di Indonesia yang masih pelik dan menuai pro juga kontra. Dari sini, saya menilik sedikit sejarah beberapa tokoh yang hilang dan meninggal namun kasusnya belum terbongkar atau selesai hingga sekarang. Salah satu tokoh yang menarik perhatian saya adalah Wiji Thukul. Wiji Thukul merupakan penyair yang menjadikan puisinya sebagai bentuk pengungkapan rasa atas apa yang terjadi terhadap lingkungan sekitarnya, salah satu puisi dari penyair ini yang terkenal adalah Peringatan
“ Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!” — Peringatan, Wiji Thukul
Wiji Thukul dikabarkan hilang dari tahun 1998 hingga sekarang. Buku ini secara garis besar menceritakan tentang Wiji Thukul dari saat ia masih di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, menjadi penyair, aktivis dan dinyatakan hilang pada tahun 1998.
Buku ini dibagi menjadi beberapa bagian yang didalamnya juga dibagi menjadi beberapa sub-bagian peristiwa yang dialami Wiji Thukul. Bagian pertama diisi oleh cerita singkat mengenai lini masa kehidupan Wiji Thukul dari membangun karirnya sebagai seorang penyair hingga dinyatakan hilang pada tahun 1998. Bagian Kedua yang berjudul Dari Kota ke Kota merupakan perjalanan Wiji Thukul dalam keterlibatannya dalam aksi menentang Orde Baru, mengkoordinasi buruh,menciptakan propaganda juga pelariannya dari kota satu ke kota lain serta penyamarannya guna menghindari kejaran pihak berwajib. Bagian ketiga yang berjudul Hilang Dalam Prahara menceritakan jejak-jejak Wiji Thukul sebelum menghilang yang diutarakan oleh kerabat, sahabat dan orang-orang yang berhubungan langsung dengan Wiji Thukul dan terakhir bagian empat yang berjudul Biji Tumbuh Perlawanan Buruh menceritakan tentang kehidupan pribadi Wiji Thukul dari menikah hingga memiliki anak dan bagaimana Wiji Thukul berhubungan dengan keluarga kecilnya selama pelarian dan pada akhirnya Wiji Thukul dinyatakan hilang dan tidak ditemukan keberadaannya hingga sekarang.
Dalam setiap jengkal kehidupannya Wiji Thukul bertemu dengan banyak orang. Berteman, berpisah, mendukung, tidak dan lain-lain. Semua ditulis dalam buku ini dan bagaimana pendapat kerabatnya mengenai Thukul diungkapkan juga dalam buku ini.
Buku ini dilengkapi dengan dokumentasi dan cerita yang berurutan, sehingga mudah dipahami dan sangat menggambarkan apa yang terjadi saat itu. Buku ini juga mencantumkan beberapa puisi Wiji Thukul yang mana merupakan ungkapan atas apa yang terjadi pada saat itu mulai dari rasa penolakan, semangat dan kasih sayang. Perjalanan Wiji Thukul yang dirangkum secara padat juga jelas menjadikan buku ini dapat dibaca oleh segala kalangan. Beberapa poin di buku ini juga mengajarkan bagaimana cara pemuda pada masa itu bersikap atas apa yang terjadi, berbagai media dapat digunakan salah satunya puisi.
Dari buku ini saya belajar, beberapa mungkin harus dikorbankan termasuk kepentingan diri sendiri demi kesejahteraan orang banyak dan beberapa orang memang ditakdirkan untuk datang dan pergi, ambil pelajarannya.